Selasa, 27 Desember 2011
Memupuk Cinta Ilahi
Memupuk Cinta Ilahihidayatullah online
Bagaimana memupuk cinta ilahi
Dikutip dari buku “Divine Romance” tulisan Sri Sri Paramahansa Yogananda
Secara menyeluruh, dunia telah melupakan arti kata cinta yang sebenarnya. Cinta sedemikian di salah gunakan dan dilecehkan manusia sehingga akhirnya hanya sedikit saja orang yang memahami apa sebenarnya arti kata cinta itu. Sama seperti minyak terdapat dalam setiap bagian zaitun, demikian juga cinta meresap pada semua bagian ciptaan. Tetapi sangat sulit menggambarkan cinta, sama halnya seperti kata-kata tidak sepenuhnya dapat menggambarkan seperti apa rasa jeruk. Anda harus merasakan sendiri buah itu agar dapat mengetahui rasanya. Demikian juga dengan cinta. Anda semua pasti sudah merasakan berbagai jenis rasa cinta dalam sanubari anda, karena itu anda tahu sedikit apa itu cinta. Tetapi anda tidak mengetahui bagaimana cara mengembangkan cinta, bagaimana cara memurnikan dan meningkatkannya menjadi cinta Ilahi. Sepercik cinta Ilahi ini ada hampir di setiap sanubari di awal setiap kehidupan, tetapi biasanya kemudian hilang, karena manusia tidak tahu bagaimana memupuknya.
Banyak orang tidak menyadari betapa pentingnya menganalisa cinta. Mereka menyadari cinta hanya sebagai perasaan yang mereka miliki terhadap keluarga, teman dan orang lain yang kepadanya dia tertarik. Tetapi sebenarnya cinta lebih dari sekedar itu. Satu-satunya cara agar saya dapat menggambarkan cinta sejati kepada anda adalah dengan menjelaskan pengaruhnya. Kalau anda dapat merasakan sepercik saja cinta Ilahi, akan sedemikian besar kegembiraan anda – sedemikian sangat memberdayakan – anda tidak akan mampu menampungnya.
Camkan masak-masak apa yang akan saya katakan ini. Kepuasan akan cinta tidak pada perasaan itu sendiri, tetapi pada kegembiraan yang dibawa oleh perasaan itu. Cinta memberi kegembiraan. Kita menyukai cinta karena cinta memberi kita semacam kebahagiaan yang memabukkan, jadi cinta bukanlah yang utama, yang utama adalah kebahagiaan Ilahi. Tuhan adalah “Sat-Chi-Ananda”, selalu ada, selalu sadar, selalu penuh dengan kebahagiaan Ilahi. Kita, sebagai jiwa, secara khusus adalah “Sat-Chi-Ananda”. “Kita berasal dari kegembiraan, kita hidup dan berada dalam kegembiraan, dan dalam kegembiraan suci itu sekali lagi kita akan menyatu lagi”. Semua emosi Ilahi – cinta, bela rasa, mau berkurban, rendah hati – tidak ada artinya tanpa kegembiraan. Kegembiraan berarti sukacita, ekspresi kegembiraan utama.
Pengalaman kegembiraan manusia berasal di otak, di pusat lembut yang oleh para yogi disebut dengan “Sahasrara”, atau teratai berkelopak seribu. Namun rasa gembira yang sebenarnya tidak dirasakan di kepala, tetapi di hati. Dari tempat kesadaran Tuhan yang Ilahi di otak, kegembiraan turun ke cakra jantung dan muncul di situ. Kegembiraan itu berasal dari kebahagiaan Tuhan – sifat utama dan mendasar dari roh.
Walaupun kegembiraan dapat saja lahir bersamaan dengan kejadian tertentu lainnya, itu tidak tergantung pada kondisi tertentu, dia sering kali luncul tanpa sebab khusus. Kadang-kadang anda bangun di pagi hari “melayang-layang” penuh kegembiraan, dan anda tidak tahu kenapa, dan ketika anda sedang duduk hening bermeditasi, kegembiraan melambung dari dalam, muncul tanpa rangsangan dari luar. Sukacita karena meditasi itu meluap-luap. Mereka yang belum pernah masuk ke dalam keheningan meditasi yang sejati tidak akan tahu apa itu sukacita sejati.
Kita merasakan banyak kebahagiaan dengan pemuasan hasrat, tetapi di masa muda kita sering merasakan kebahagiaan yang secara tiba-tiba muncul entah dari mana asalnya. Kegembiraan menyatakan dirinya dengan syarat-syarat tertentu, tetapi tidak ditimbulkan oleh kondisi-kondisi itu. Jadi, mereka yang menerima sepuluh juta rupiah dan menyatakan “Oh, betapa bahagianya aku!” keadaan menerima sepuluh juga rupiah ini hanyalah berperan sebagai cangkul yang menggali mata air sukacita dari sumber kebahagiaan yang tersembunyi dalam diri. Maka, dalam pengalaman manusia, peristiwa tertentu biasanya membutuhkan sesuatu untuk menampilkan kegembiraan itu, tetapi kegembiraan itu sendiri adalah tingkat jiwa alami yang abadi. Cinta juga asal jiwa, tetapi cinta merupakan yang kedua setelah kegembiraan, tak mungkin ada cinta tanpa kegembiraan. Dapatkah anda memikirkan cinta tanpa perasaan gembira? Tidak, kegembiraan menyertai cinta. Bila kita bicara tentang derita cinta yang tak berbalas, kita bicara mengenai keinginan yang tidak terpenuhi. Pengalaman sejati cinta selalu disertai kegembiraan.
.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar